SEBARAN SUHU LAUT (SPL) LAUT ARAFURA MUSIM TIMUR

Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, atau mendekati 62% dari luas keseluruhan negara Indonesia. Keadaan ini mengakibatkan iklim di wilayah Indonesia dikendalikan oleh iklim laut di sekitarnya. Pada kenyataanya iklim di wilayah jawa dan pulau–pulau besar lainnya mewakili iklim maritim dan  bukan iklim benua. Berkembangnya isu perubahan iklim akibat pemanasan global dan adanya variabilitas ikilm yang mempunyai dampak signifikan pada kehidupan manusia akhir–akhir ini . Sangat penting dilakukan karena perubahan yang ada di laut akan berpengaruh juga di daratan, terutama  daerah pesisir. Zona pesisir Indonesia menopang kehidupan sekitar 60% dari lebih dari 240 juta penduduk Indonesia. Oleh karena itu adanya pemahaman tentang perubahan iklim terutaman suhu permukaan laut, akan meningkatkan pemahaman tentang perubahan iklim beserta dampak yang di timbulkan. Di Atlantik SPL berpengaruh terhadap kejadian badai, pencairan es dan kekeringan. Salah satu pertanda adanya perubahan iklim di Atlantik Utara telah ditemukan yaitu bertambahnya frekuensi Hurricane dan pencairan es di Greenland. Kedua fenomena tersebut terjadi ketika di Atlantik Utara terjadi pemanasan SPL secara signifikan. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kejadian tersebut berhubungan dengan pemanasan global. Beberapan proses yang berpotensi dapat menimbulkan varibilitas SPL meliputi perubahan dalam pembentukan awan, penguapan, efek angin local, perubahan transport panas pada inter dan intrahemister. Efek variasi dari kehilangan panas laten dari permukaan laut merupakan mekanisme yang penting dalam perubahan SPL. Faktor lain yang memengaruhi SPL adalah arus, gelombang, konveksi dan divergen. Tingginya nilai SPL di perairan Indonesia disebabkan oleh posisi geografi Indonesia yang terletak di wilayah ekuator yang  merupakan daerah penerima panas matahari terbanyak. Berdasarkan penelitian menggunakan data MODIS Aqua dan Sea WIFs diketahui bahwa SPL, Klorofila, dan Upwelling masing-masing sangat dipengaruhi oleh angin monsoon. Dari hasil penelitian arus lintas kepulauan Indonesia dekat 12° LS (Gordon, 2005). Pada bulan Agustus, ketika angin monsun tenggara bertiup dominan, area yang luas sebelah selatan lebih dingin 5°C, dengan suhu minimum pada daerah upwelling sebelah selatan Pulau Jawa dan di atas paparan Arafura.

Laut Arafura.

Air yang dingin digerakkan ke Laut Jawa bagian timur. Di Selat Makassar, ketika parameter koreolis berakhir dan hilang maka air permukaan mengalir ke arah utara searah dengan pergerakan angin. Dampak dari aliran air permukaan diperkecil oleh perluasan aliran air bagian permukaan dari Samudera Pasifik, maka SPL di Selat Makassar selama musim bersangkutan lebih tinggi dari 29°C. Angin monsun sebaliknya menggerakkan massa air yang relatif dingin dan salinitas rendah daari laut China Selatan ke lapisan permukaan laut jawa bagian selatan. SPL terendah dari perairan laut Indonesia terdapat di Laut Jawa bagian barat, yaitu ketika terjadi perluasan radiasi panas permukaan sehingga SPL lebih tinggi dari 29° C (Qu et al., 2005). Pada akhir bulan Mei, terjadi pergerakan massa air dari selatan ke tenggara yang semakin kuat. Hal ini ditunjukkan oleh sebaran massa air dengan SPL pada kisaran 24o-26o semakin merata di perairan samudera Hindia sebelah selatan Pulau Jawa. Dari gambar tesebut juga nampak semkin menguatnya aliran massa air dengan suhu 24o-26o dari sebelah timur Australia ke Laut Arafura Papua dan Laut Banda. Kondisi ini juga semakin memperluas sebaran SPL dengan suhu yang sama di perairan sekitar Sulawesi Tenggara. Massa air yang lebih dingin dari sekitarnya 24o-26o juga tejadi di perairan Selat Makassar bagian selatan, meskipun belum terlalu luas. Di beberapa lokasi bagian timur dari laut jawa sudah nampak adanya massa air dengan SPL sekitar 24o-26o. Pergerakan massa air ini berkorelasi dengan angin dominan selama  bulan Mei, datang dari arah timur dan tenggara meskipun kecepatannya belum begitu tinggi yaitu rata-rata 1 – 3 knot. Pada minggu pertama bulan Juni yang merupakan awal musim timur, nampak semakin menguatnya pergerakan massa air dari arah selatan dan tenggara. Massa air dengan SPL sekitar 24o-26o di Samudra Hindia sebelah selatan Pulau Jawa semakin luas, bahkan Massa air dengan SPL sekitar 24oC nampak semakin terkonsentrasi di perairan sampai ke pantai selatan Pulau Jawa. Demikian juga massa air dengan suhu 24oC yang dating dari sebelah timur Australia semakin luas di Laut Arafura dan laut Banda sampai Laut Flores. Suhu dengan SPL dalam kisaran 24o-26o juga nampak tesebar di perairan antara Selat Makassar dan Laut Jawa, juga pada beberapa bagian di sebelah selatan Kalimantan.


Bulan Juni minggu kedua, ketiga dan ke empat menunjukkan adanya dorongan yang semakin kuat dari arah timur dan tenggara sehingga terjadi pergeseran massa air dengan SPL dalam kisaran 24o-26oC ke arah barat dan barat laut. Massa air dengan SPL yang lebih  dingin dari sekitarnya tersebut semakin mendominasi perairan sebelah selatan Pulau Jawa sampai selatan Lampung. Massa air dengan kisaran SPL yang sama juga mendominasi perairan Laut Arafura, Laut Banda, dan Laut Flores. Massa air dengan SPL yang sama juga semakin luas terjadi di perairan Laut Jawa bagian timur antara Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Pergerakan massa air tersebut berkorelasi dengan arah dan kecepatan angin pada bulan Juni, yang dominan datang dari arah timur, tenggara dan selatan, dengan kecepatan di atas 17 knot. Pada bulan Agustus yang merupakan bulan terakhir musim  timur, sebaran SPL tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan bulan Juli. Perairan Samudera Hindia mulai sebelah barat Australia, selatan Pulau Jawa sampai selatan Lampung didominasi oleh suhu dalam kisaran 23ºC-26ºC. Masa air dengan SPL sekitar 23ºC nampak dominan di perairan  dekat pantai selatan Laut Jawa sampai selatan Pulau Bali dan Pulau Flores, dapat diduga terjadi coastal  upwelling pada perairan tersebut. Demikian juga dengan perairan laut mulai Samudera Hindia sebelah utara Australia sampai selatan dan timur Nusa Tenggara Timur serta sebelah selatan Papua juga didominasi oleh SPL dalam kisaran 23º-26ºC. Massa air di perairan Laut Flores dan Laut Jawa yang pada umumnya berada pada kisaran SPL 25º-27ºC. Tekanan angin dari arah timur nampak pada sebaran massa air dengan SPL lebih  rendah  dari  sekitarnya tersebar sampai perairan laut antara Jawa Barat dan Kalimantan Barat, bahkan di perairan antara Kalimantan Barat dan Bangka Belitung. Pergerakan massa air pada bulan Agustus tersebut erat kaitannya dengan angin yang sangat didominasi oleh yang datang dari arah timur, tenggara dan selatan dengan kecepatan di atas 17 knot. Sebaran SPL pada minggu pertama bulan September yang merupakan awal musim peralihan kedua, relatif sama dengan sebaran SPL pada bulan Agustus.

Bulan Juni.

Bulan Juli.



Bulan Agustus.
Pada Minggu kedua bulan September, terjadi penurunan sebaran SPL dengan kisaran 24º-27ºC terutama di Laut Jawa bagian barat dan selatan, Juga di perairan Australia dan Nusa Tenggara Timur. Dominasi massa air dengan SPL 23º- 24ºC di perairan antara Australia dengan Nusa Tenggara Timur, Laut Banda dan Laut Flores sudah mulai berkurang dan didominasi oleh suhu dengan kisaran 25º-27ºC. Demikian juga SPL di Selat Makassar bagian selatan dan di Laut Jawa sudah mulai mengalami peningkatan, didominasi oleh SPL dengan kisaran 27º-28ºC. Hal ini berkaitan dengan berakhirnya musim timur dan memasuki musim peralihan kedua, diikuti dengan menurunnya kecepatan angin dari arah timur, tenggara dan selatan yang membawa massa air yang lebih dingin. SPL di daerah penelitian pada minggu ketiga bulan September kembali mengalami peningkatan, khususnya di Laut Jawa, Selat Makassar, Laut Flores dan perairan antara Australia dengan Nusa Tenggara Timur. Perairan yang masih didominasi oleh SPL dengan kisaran 23º-26ºC terdapat di Samudera Hindia sebelah selatan Pulau Jawa dan Laut Arafuru. Laut Banda dan Laut Flores sudah didominasi oleh SPL pada kisaran 26º-28ºC, sedangkan perairan lainnya berada pada SPL dalam kisaran 28º-30ºC. Pada minggu kelima bulan September menunjukkan terjadinya peningkatan SPL dibanding-kan minggu sebelumnya.  Sebaran massa air dengan SPL dalam kisaran 27º-30ºC semakin luas, terutama di Samudera Hindia antara Australia dengan Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara   Barat, Laut Arafura, Laut Jawa dan Laut Flores. SPL terendah di Laut Banda berada dalam kisaran 27º- 28ºC, sedangkan Laut Jawa dan Laut Flores didominasi oleh SPL dalam kisaran 28º-30ºC. Kondisi ini menun- jukkan bahwa pergerakan massa air dari selatan dan tenggara yang membawa massa air dengan suhu yang rendah sudah semakin berkurang, berkorelasi dengan berakhirnya musim timur dan memasuki bulan pertama musim peralihan kedua. Pada bulan September yang merupakan bulan pertama dari musim peralihan kedua, angin masih didominasi oleh yang datang dari arah timur, selatan dan tenggara, namun kecepatannya sudah berkurang dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Agustus)


Bulan September.




Kesimpulan:
Dengan menggunakan data satelit penginderaan jauh sensor TMI dan AMSR-E, dapat diperoleh data sebaran khatulistiwa yang bebas dari tutupan awan. Berdasarkan data SPL dari sensor TMI dan AMSR-E, Pada bulan Januari, Maret dan April belum nampak adanya Upwelling pada daerah penelitian, SPL umumnya berada pada kisaran 29º-31ºC kecuali di Samudara Hindia di agak jauh sebelah selatan Pulau Jawa. Gejalan SPL rendah sebagai indikator Upwelling terjadi pada Bulan Mei dengan adanya sebaran SPL dalam kisaran 24º-26ºC di Samudera Hindia sebelah selatan Pulau Jawa, Selat Makassar bagian selatan, Laut Flores (Sekitar Sulawesi Tenggara), dan di Laut Arafura

 SUMBER:
1.   Qu T., Du Y., Strachan J., Meyer G. S., and Slingo J., 2005. Sea Surface Temperature And Its Variability In The Indonesian Region Sea Surface Temperature And Its Variability In The Indonesian Region. Journal Oceanography Vol. 18, No. 4. Page 51 – 61.

2. Badawi Hasyim., Sayidah Sulma., Maryati Hartuti., 2010. Kajian Dinamika Suhu Permukaan Laut Global Menggunakan Data Pengindraan Jauh Microwave. Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 5 No. 4. Halaman 130 - 143.

Comments

Popular posts from this blog

CARA KERJA ALAT ADCP (Acoustic Doppler Current Profiller)

Pemanfaatan Teknologi Akustik Kelautan dalam Bidang Survei Hidrografi Menggunakan Multibeam Echosounder